Konawe Utara, Beritando.com -27 Juli 2025 Hendrik, seorang aktivis sekaligus tokoh pemuda pembela rakyat Konawe Utara, kembali angkat suara terkait persoalan ketidakadilan di sektor pertambangan nikel yang terjadi di wilayahnya. Dalam wawancara bersama awak media, Hendrik mendesak negara untuk bertindak tegas terhadap 79 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dinilainya telah mengabaikan kewajiban hukum dan berdampak negatif terhadap masyarakat lokal.
“Kalau 79 perusahaan ini terus dibiarkan beroperasi tanpa menjalankan kewajiban hukum, maka jelas negara sedang membiarkan rakyatnya digilas oleh sistem yang tumpang tindih dan timpang,” ujar Hendrik.
Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 124 Ayat 1 tentang Pertambangan, yang menurutnya telah dilanggar oleh sebagian besar perusahaan tersebut. Hendrik menekankan bahwa pelanggaran ini bukan hanya soal administrasi, melainkan menyangkut masa depan rakyat Konawe Utara.
“Setiap hari lokasi tambang diobok-obok, tapi keterlibatan masyarakat lokal diabaikan. Itu artinya rakyat kami kehilangan peluang kerja, kehilangan akses ekonomi, dan bahkan kehilangan martabatnya,” tegasnya.
Hendrik juga menampik anggapan bahwa mereka anti investasi.
“Kami bukan anti investasi. Kami mendukung investor demi kemajuan ekonomi daerah. Tapi yang kami tolak adalah bentuk penjajahan gaya baru—kekayaan kami diangkut, tapi kami tidak pernah diajak bicara. Bahkan kami, pengusaha lokal, dihapuskan atas nama efisiensi korporat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hendrik menyoroti bahwa tak satu pun dari 79 pemegang IUP menjalankan kewajiban untuk menggandeng kontraktor lokal, sebagaimana diatur dalam regulasi pertambangan nasional. Ia menuding banyak perusahaan justru membawa vendor dari luar daerah tanpa proses yang transparan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini bagian dari praktik oligarki yang harus dihentikan. Negara tidak boleh tutup mata,” tambahnya.
Dalam pernyataan penutupnya, Hendrik juga mengajak para akademisi, tokoh adat, tokoh agama, dan organisasi masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawal isu ini secara kolektif dan berkelanjutan. Ia mengusulkan pembentukan Koalisi Rakyat Konawe Utara untuk Keadilan Tambang sebagai wadah konsolidasi gerakan sipil.
“Kita butuh kekuatan bersama. Tidak cukup satu suara. Koalisi ini harus jadi alat rakyat untuk menagih keadilan dan memastikan kekayaan daerah ini benar-benar memberi manfaat bagi rakyatnya sendiri,” tandas Hendrik.
Sutarno