KENDARI – Developer Perumahan Puri Mega Amaliah yang berlokasi di Kota Kendari dinilai tidak becus dalam melakukan pembangunan, mengakibatkan pengrusakan fasilitas milik salah satu warga insial YA yang berbatasan dengan perumahan Putri Mega Amaliah.
Direktur Eksekutif Lembaga Forum Pemuda Pemerhati Hukum (Forpahum) Sulawesi Tenggara (Sultra) Abdan mengatakan kalau developer perumahan tidak ada itikad baik dengan kerugian yang dialami oleh YA.
Abdan menceritakan, sebelumnya upaya hukum telah dilakukan oleh pihak YA melalui kuasa hukumnya Feyrus Okjum pada tanggal 22 januari 2025 sampai saat ini tepatnya dibulan juli 2025 belum juga memperoleh tindak serius dari pihak Kepolisian Polda Sultra.
“Berdasarkan hasil investigasi yang kami lakukan dilapangan, penyebab pagar rumah saudara YA ambruk disebabkan oleh tanah urugan yang disandarkan langsung pada tembok rumah saudara YA,” katanya belum lama ini.
Sehingga kata dia, menyebabkan tembok pagar mengalami keretakan dan ambruk, bukan hanya itu, ambruknya tembok pagar merusak properti lain seperti sarana panjat tebing dan taman ikut rusak.
Setelah pagar tembok ambruk, pihak developer memasukan alat berat berupa excavator untuk menarik tanah urugan yang bersandar ditembok. “kami duga sengaja dilakukan untuk menghilangkan jejak agar terkesan pagar tembok yang ambruk tidak disebabkan oleh aktifitas penimbunan pihak developer,”tambahnya.
Keterlibatan dan pelanggaran kode etik Oknum Anggota Polisi
Salah satu pihak kepolisian insial A yang saat ini menjabat sebagai Pama Itwasda Polda Sultra yang terdiri dari :
1. Terlibat langsung bertanda tangan pada surat perjanjian pekerjaan borongan pondasi/talut tertanggal 15 November 2024 sebagai pihak pertama, yang kami duga mewakili pihak developer.
2. Menghadiri panggilan mediasi dengan pihak korban tertanggal 17 april 2025 yang kami duga sebagai perwakilan dan back-up pan pihak developer sesuai dengan surat nomor : B/1181/IV/RES.1.11./2025/ditreskrimum.
Pada tanggal 17 Juli 2025 Forpahum melakukan aksi demostrasi guna untuk mengawal laporan yang sebelumnya telah ditayangkan. Ironisnya, penyidik menyampaikan berdasarkan hasil investigasi dilapangan mereka memasukan persoalan ini sebagai kesalahan atau kelalaian yang tidak disengaja, sehingga proses penyidikan dihentikan. Forpahum meminta Polda Sultra bersikap adil dan tak memihak pada satu pihak.
“Yang menjadi pertanyaan saya bagaimana mungkin tanah urugan yang disandarkan di tembok masuk bagian dari aktifitas yang tidak disengaja. Apakah mungkin operator alat beratnya/pihak developer saat menghamparkan tanah urugan dalam keadaan tidak melihat. Mana mungkin tembok itu retak hingga ambruk tanpa sebab?,”tanya dia.
“Saya mau menyampaikan Kesalahan/kelalaian yang tidak disengaja dikategorikan dalam persoalan ini, apa bila tanah urugan hanya dikumpulkan disatu titik lantas bergerak sendiri tanpa dihamparkan dengan alat berat sehingga bersandar dengan sendirinya pada tembok yang menyebabkan tembok menjadi ambruk,”imbuhnya.
Dasar-dasar hukum yang dilanggar menurut Forpahum
1. Pasal 406 Ayat (1) KUHP (keterangan : terpenuhi; karena kerusakan dilakukan dengan alat berat atas perintah pihak developer, menyebabkan properti orang lain hancur dan tidak dapat digunakan)
2. pasal 55 KUHP (penyertaan tidak pidana). (Keterangan : Hj. Bunga tang selaku penanggungjawab developer pengembangan perumahan telah menyuruh melakukan pengrusakan dan wajib diproses sebagai pelaku utama)
3. Pasal 27 ayat (1) UU no. 2 tahun 2002 tentang kepolisian RI (keterangan : sdr. Agusman, SH yang merupakan anggota polri, diduga melanggar kode etik karena ikut serta terlibat langsung mewakili pihak developer sesuai surat perjanjian pekerjaan borongan podasi dan menghadiri mediasi sebagai pihak developer)
Sikap dan Tuntutan Forpahum
1. Mendesak polda sultra untuk membuka kembali penyelidikan dan mengevaluasi penyidik yang menangani perkara ini.
2. Menuntut divisi propam polri untuk memeriksa Oknum Polisi insial A atas dugaan pelanggaran kode etik anggota Polri.
3. Mendesak Polda Sultra segera menetapkan Hj Bunga Tang dan seluruh pihak yang terlibat sebagai tersangka atas dugaan pengrusakan, kelalaian, serta pelanggaran kode etik anggota Kepolisian.