Harga emas (XAU/USD) kembali menunjukkan momentum positif memasuki perdagangan Selasa, memperpanjang reli kenaikannya untuk hari kedua berturut-turut di tengah meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed). Emas menilai bahwa sentimen pasar saat ini didominasi ekspektasi pelonggaran moneter yang semakin kuat, sehingga emas mendapatkan dukungan signifikan sebagai aset non-yielding.
Pada sesi Senin (1/12), emas naik lebih dari 0,40% dan mempertahankan stabilitas di area $4.240 setelah menyentuh level tertinggi lima minggu di $4.264. Pergerakan ini dipicu oleh pelemahan dolar AS yang terdampak ekspektasi dovish The Fed. Hingga Selasa (2/12) sesi Asia, emas terus melaju ke area $4.230 dan berada mendekati level tertinggi hampir enam minggu.
Sentimen bullish emas semakin diperkuat oleh data ekonomi AS terbaru. Berdasarkan rilis Institute for Supply Management (ISM), indeks PMI Manufaktur AS kembali berada di bawah level ekspansi, turun menjadi 48,2 pada November dari 48,7 pada bulan sebelumnya, dan berada di bawah proyeksi pasar 48,6. Kontraksi selama sembilan bulan berturut-turut ini semakin menguatkan pandangan bahwa ekonomi AS mulai kehilangan momentum. Dampaknya, pelaku pasar kini meningkatkan probabilitas pemangkasan suku bunga bulan Desember hingga 87%, naik signifikan dari pekan sebelumnya, menurut CME FedWatch.
Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, dari sisi teknikal kombinasi candlestick dan indikator Moving Average menunjukkan tren bullish yang semakin menguat pada XAU/USD. Struktur harga memperlihatkan peningkatan minat beli (buying pressure) terutama pada timeframe intraday.
Andy memproyeksikan dua skenario harga emas hari ini, jika momentum bullish berlanjut, emas berpotensi menguji resistance lanjutan menuju area $4.324. Apabila terjadi koreksi profit-taking, penurunan terdekat diperkirakan menuju area support $4.208 sebelum potensi rebound kembali terjadi.
Meskipun tren bullish masih dominan, terdapat faktor penghambat. Permintaan fisik emas dari China terpantau mulai melambat karena tingginya harga. Laporan dari Financial Times mengungkapkan bahwa sejumlah retailer menutup cabang di Tiongkok daratan akibat penurunan penjualan yang tajam, sementara pedagang kecil mengeluhkan kenaikan pajak dan beban biaya.
Selain itu, data makro penting AS yang akan dirilis pekan ini menjadi penentu arah harga emas selanjutnya. Laporan ketenagakerjaan ADP dan PMI Jasa ISM yang rilis Rabu, serta data inflasi PCE — indikator inflasi favorit The Fed — akan sangat memengaruhi arah dolar dan imbal hasil obligasi. Jika data menunjukkan ketahanan ekonomi, dolar berpotensi rebound dan menekan emas. Sebaliknya, data yang lebih lemah akan memperpanjang sentimen bullish logam mulia ini.
Sementara itu, indeks dolar (DXY) melemah 0,16% ke 99,31, namun yield obligasi AS 10 tahun justru meningkat tujuh basis poin ke 4,092%. Yield riil AS juga naik hingga 1,862%, menciptakan dinamika pasar campuran bagi logam mulia.
Rumor politik turut menjadi variabel yang diperhatikan pasar, setelah kabar bahwa Kevin Hassett disebut sebagai kandidat kuat pengganti Jerome Powell sebagai Ketua The Fed berikutnya. Namun Presiden Donald Trump menyatakan bahwa keputusan akhir belum diumumkan.
Dengan dominasi sentimen dovish dan ketidakpastian geopolitik global, emas diperkirakan tetap menarik bagi investor sebagai aset lindung nilai dalam waktu dekat.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES