Rugi Trilliunan Gara Gara Biaya Logistik Kita Termahal di Asia Tenggara, Tokoh Logistik Nasional Bongkar Penyebabnya!

Redaksi Beritando
14 Nov 2025 14:46
NASIONAL 0 6
4 menit membaca
image_pdfimage_print

Biaya logistik Indonesia mencapai 14,9% dari PDB, yang mana tertinggi di Asia Tenggara, yang disebabkan oleh empat faktor utama yang menghambat daya saing, yaitu: proteksi industri truk dan oligopoli, mahalnya infrastruktur tol, fluktuasi nilai tukar Rupiah, serta kompleksitas regulasi dan birokrasi; namun, CEO PT AZLogistik Dot Com (muatmuat), Daniel Budi Setiawan, menawarkan solusi strategis melalui digitalisasi logistik dengan aplikasi muatmuat yang bertujuan mengoptimalkan utilitas armada, meningkatkan transparansi pasar, dan menekan biaya suku cadang guna menciptakan ekosistem yang lebih efisien dan kompetitif.

JAKARTA – Biaya logistik Indonesia yang masih mencapai 14,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tertinggi di Asia Tenggara dan jauh di atas rata-rata negara maju (8-9%) dinilai menjadi ancaman serius bagi daya saing ekonomi nasional. Menurut Ir. Daniel Budi Setiawan, CEO PT AZLogistik Dot Com (muatmuat), tingginya biaya logistik mencerminkan masih rendahnya efisiensi rantai pasok nasional yang berimbas langsung pada harga produk dan daya beli masyarakat.

“Angka 14,9% ini sangat membebani. Biaya tersebut akhirnya ditransfer ke harga jual produk, membuat barang-barang kita kurang kompetitif di pasar global,” ujar Daniel.

Empat Faktor Penghambat Efisiensi Logistik Nasional

Berdasarkan pengalaman Daniel selama puluhan tahun memimpin perusahaan logistik PT. Siba Surya yang punya aset ribuan truk dari yang awalnya hanya belasan, terdapat empat variabel utama yang berkontribusi terhadap tingginya biaya logistik Indonesia, di mana sebagian besar masih berada dalam kendali kebijakan pemerintah.

1. Proteksi Industri Truk (Kartel Pabrikan): Kebijakan proteksi yang sudah berjalan lebih dari lima dekade terhadap merek truk asal Jepang seperti Fuso, Hino, Isuzu, dan Nissan Diesel menyebabkan harga barang modal meningkat drastis. “Sampai saat ini, commercial vehicle masih dibebani bea masuk 35-45%. Empat merek besar itu berada dalam posisi oligopoli. Kalau mereka sepakat menaikkan harga, pasar tidak punya pilihan lain,” tegas Daniel.

2. Infrastruktur Tol yang Mahal: Tidak seperti di negara maju, di mana pajak kendaraan sudah mencakup hak menggunakan jalan bebas hambatan, Indonesia masih menerapkan sistem tol berbayar yang dianggap mahal bagi pelaku transportasi barang. Hal ini menambah biaya transportasi logistik di luar pajak kendaraan tahunan.

3. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah: Ketergantungan terhadap suku cadang dan bahan bakar impor membuat biaya operasional sangat sensitif terhadap pelemahan rupiah. Setiap perubahan kurs berpotensi menaikkan ongkos logistik secara signifikan.

4. Regulasi dan Birokrasi: Kompleksitas perizinan, pajak ganda (PPN, PPh, Bea Masuk, PKB, KIR), serta birokrasi antarinstansi memperpanjang proses dan meningkatkan biaya distribusi nasional.

Peran Swasta: Mendorong Efisiensi dan Transparansi

Meski tiga dari empat faktor tersebut bersifat makro, sektor swasta dinilai tetap memiliki ruang untuk mendorong efisiensi melalui inovasi dan digitalisasi logistik. Berbekal pengalaman puluhan tahun menghadapi kompleksitas industri logistik, Daniel menghadirkan muatmuat sebagai solusi strategis bagi pelaku logistik untuk memangkas biaya dan membuka efisiensi baru dalam rantai pasok Indonesia. Daniel mencontohkan langkah-langkah yang dapat diambil industri untuk mengurangi beban biaya, seperti:

1. Mengoptimalkan Utilisasi Armada: Mengurangi jumlah truk yang kembali kosong (empty return) dengan sistem pencocokan muatan digital di fitur Transport Market.

2. Meningkatkan Transparansi Pasar: Menghubungkan pengirim dan transporter secara langsung agar rantai distribusi lebih efisien dan biaya mark-up berkurang.

3. Digitalisasi Suku Cadang: di muatmuat juga tersedia Platform e-commerce bernama muatparts khusus logistik dapat menghadirkan harga suku cadang yang lebih kompetitif untuk menekan biaya operasional transportasi.

“Kami percaya efisiensi pasar dapat dicapai lewat kolaborasi dan keterbukaan data. Semakin terhubung pelaku logistik nasional, semakin sehat pula industrinya,” tambah Daniel di podcast bersama Helmy Yahya.

Aplikasi muatmuat, yang dikembangkan oleh Daniel Budi Setiawan dan kini telah dipercaya oleh puluhan ribu pelaku logistik nasional sejak mulai dipasarkan pada 2024, menjadi contoh nyata kontribusi sektor swasta dalam membangun ekosistem logistik yang lebih efisien, transparan, dan berdaya saing.

Karakter yang Dibutuhkan untuk Bertahan di Industri Logistik

Bagi Daniel, industri logistik adalah arena yang menuntut ketahanan mental, disiplin, dan keberanian untuk terus bergerak. “Yang bisa survive di industri ini adalah mereka yang punya dedikasi penuh dan mental petarung,” ujarnya. Berhenti sejenak saja bisa tersingkir oleh mekanisme pasar, sehingga ekspansi dan adaptasi menjadi kunci untuk bertahan.

Pengalaman panjang Daniel menghadapi kerasnya industri transportasi membentuk pemahaman bahwa banyak pelaku logistik sebenarnya mampu tumbuh, asal prosesnya dibuat lebih sederhana, efisien, dan terukur. Dari sinilah muatmuat lahir: sebagai perpanjangan dari semangat bertarung itu. Bukan sekadar platform, tetapi alat yang membantu pelaku industri meningkatkan pendapatan, menurunkan biaya operasional, dan tetap kompetitif di tengah tantangan. Bagi Daniel, logistik memang keras, tapi selalu memberi ruang bagi mereka yang cukup kuat dan cukup berani untuk terus maju.

Artikel ini juga tayang di VRITIMES