Konawe Utara, Beritando.com –
Kekecewaan masyarakat lokal Konawe Utara kembali mencuat terkait proses perekrutan tenaga kerja di PT. Putra Perkasa Abadi (PPA) serta anak perusahaannya PT. AMM (IUP PT. KES) di Kecamatan Langgikima. Dari sekitar 110 pelamar yang diterima dalam dua gelombang seleksi, hanya sekitar 13 orang yang berasal dari masyarakat lokal. Jumlah ini dinilai sangat jauh dari harapan.
Seorang pelamar berinisial JM asal Desa Wawoheo, Kecamatan Wiwirano, menceritakan pengalamannya yang penuh kekecewaan. Ia mengikuti seleksi sebagai Driver Dump Truck 10 roda di PT. PPA sejak 5 Juli 2025. Semua tahapan seleksi dijalaninya, mulai dari pemberkasan, tes teori, wawancara user, wawancara teknis, hingga tes praktik. Namun, pada 13 Juli ia dinyatakan gagal.
Kesempatan kedua dicobanya di PT. AMM site PT. KES pada 26 Juli, namun hasilnya tetap sama.
“Kami sudah jalani semua proses sesuai aturan, tapi hasilnya nihil. Justru banyak orang dari luar daerah yang diloloskan. Kami merasa perekrutan ini hanya formalitas belaka, karena perusahaan sebenarnya sudah menyiapkan karyawan mutasi dari luar. Ini sangat melukai hati kami sebagai putra daerah,” ungkap JM.
Masyarakat menilai praktik ini mengandung diskriminasi. Padahal banyak tenaga kerja lokal Konawe Utara yang berpengalaman dan berpendidikan, namun tetap diperlakukan seolah tidak memiliki kapasitas.
“Saya lulusan SMA, sudah dua tahun bekerja sebagai sopir dump truck. Apa kurangnya kami dibanding orang luar? Yang kami minta hanya kesempatan yang adil,” tambahnya dengan nada kecewa.
Kondisi ini bertentangan dengan kearifan lokal “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Ironisnya, perusahaan justru lebih memilih pekerja dari luar provinsi, sementara masyarakat lingkar tambang disisihkan. Jika dibiarkan, situasi ini dikhawatirkan akan memicu gejolak sosial bahkan konflik horizontal yang merugikan semua pihak, termasuk perusahaan dan pemerintah daerah.
“Koalisi Desak Pemda Turun Tangan
Koalisi Rakyat Konawe Utara untuk Keadilan Tambang menilai Pemda dan Disnaker tidak boleh tinggal diam.
“Kalau Pemda dan Disnaker terus diam, rakyat akan menilai mereka ikut melanggengkan ketidakadilan. Ingat, tenaga kerja lokal adalah aset daerah. Mengabaikan mereka sama saja merusak legitimasi pemerintah di mata rakyat,” tegas Hendrik, Koordinator Koalisi Rakyat Konawe Utara untuk Keadilan Tambang (Minggu, 24 Agustus 2025).
Koalisi mendesak Disnaker Konawe Utara segera menginvestigasi kasus ini dan memanggil pihak perusahaan untuk memberikan klarifikasi. DPRD Konawe Utara juga diharapkan menjalankan fungsi pengawasannya agar proses perekrutan tenaga kerja di sektor tambang lebih berpihak kepada masyarakat lokal.
Data Perekrutan
Gelombang pertama (5 Juli 2025): Dari ±150 peserta, lolos sekitar 60 orang, hanya ±5 orang berasal dari masyarakat lokal.
Gelombang kedua (26 Juli 2025): Dari ±50 peserta, lolos sekitar 16 orang, di antaranya hanya ±8 orang dari lokal Konawe Utara.
Harapan Masyarakat, Masuknya investasi tambang di Konawe Utara seharusnya membawa dampak positif, membuka lapangan kerja, dan mengurangi angka pengangguran. Namun kenyataannya, masyarakat lokal justru merasa dipinggirkan.
“Kami berharap Pemda memastikan setiap perusahaan wajib memprioritaskan tenaga kerja lokal. Kalau tidak, apa arti investasi ini bagi rakyat? Hanya menanamkan modal, tapi meninggalkan luka sosial,” pungkas Hendrik.
Laporan Tim